SULSEL.NEWS – Kementerian Agama (Kemenag) telah mengeluarkan edaran mengenai penyelenggaraan Salat Idul Adha dan pelaksanaan Kurban 1442 H/2021 M di tengah pandemi Covid-19.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2021. Dalam edaran ini, penyelenggaraan Salat Iduladha dan Kurban wajib menerapkan protokol kesehatan.
H. Ishfah Abidal Aziz, Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kerukunan Umat Beragama menjelaskan latar belakang keluarnya Surat edaran tersebut.
“Menimbang dan memperhatikan
lonjakan kasus Covid-19 yang cukup signifikan, kita merasa Kemenag perlu membuat peraturan dan ketentuan untuk pedoman dengan tetap memperhatikan berbagai keputusan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi masa (ormas) Islam,” ujarnya pada Dialog Produktif KPCPEN yang ditayangkan di FMB9ID_IKP, Rabu (14/7/2021).
Ishfah Abidal menambahkan Surat Edaran tersebut mengatur tiga poin penting.
“Malam takbiran menyambut Hari Raya Iduladha pada prinsipnya dapat dilaksanakan di semua masjid/mushalla, dengan ketentuan pelaksanaan terbatas paling banyak 10% dari kapasitas dan memperhatikan protokol kesehatan, kegiatan takbir keliling dilarang. Salat Idul Adha di zona merah dan oranye ditiadakan sementara, sedangkan di daerah yang dinyatakan aman, bisa diselenggarakan di lapangan terbuka atau masjid/mushalla dengan protokol kesehatan ketat serta kapasitas jamaah 50%,” terangnya.
Sementara itu, pelaksanaan pemotongan hewan kurban juga dituntut memperhatikan poin-poin ni:
Penyembelihan hewan kurban berlangsung dalam tiga hari, tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah untuk menghindari kerumunan di lokasi pelaksanaan kurban.
Pemotongan hewan qurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia (RPH-R). Bisa juga di luar RPH-R dengan protokol kesehatan ketat.
Kegiatan penyembelihan, pengulitan, pencacahan daging, dan pendistribusian daging kurban kepada masyarakat yang berhak menerima, wajib memperhatikan penerapan
protokol kesehatan ketat, seperti penggunaan alat tidak boleh secara bergantian.
Kegiatan pemotongan hewan kurban hanya boleh dilakukan oleh panitia pemotongan hewan kurban dan disaksikan oleh orang yang berkurban.
Pendistribusian daging kurban dilakukan langsung oleh panitia kepada warga di tempat tinggal masing-masing dengan meminimalkan kontak fisik.
KH. Asrorun Ni’am Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa juga berpendapat, ada dua dimensi penting dalam Hari Raya Idul Adha. Dimensi pertama adalah ketaatan menjalankan ketentuan ibadah yang mengikuti prosedur syariat. Dimensi kedua adalah terkait aspek sosial yang sepatutnya memperhatikan kemaslahatan dan mencegah mudarat (kerugian).
“Dalam konteks hari raya Idul Adha yang berkaitan untuk kepentingan sosial, kita harus bisa menjawab persoalan sosial. Hari ini kita sedang kondisi pandemi, ada dampak yang dialami masyarakat. Ibadah kurban harus didedikasikan untuk menjawab masalah sosial ekonomi masyarakat. MUI pun menetapkan fatwa membolehkan pemanfaatan daging kurban dengan cara
dikalengkan, dibuat kornet agar nilai manfaat dari penyembelihan kurban optimal bagi masyarakat, juga mencegah terjadinya penyebaran penyakit,” ungkap KH. Asrorun.
Dalam kesempatan yang sama, Sonny Harry Harmadi, Kabid Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 juga berpesan. “Pelaksanaan ibadah Iduladha betul-betul diupayakan untuk menekan risiko penularan. Selain itu diupayakan untuk menjaga agar tidak terjadi penyebaran berita hoaks agar masyarakat berikhtiar dengan mengutamakan pendekatan iman.”
Sementara itu Prof. KH. Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, menyampaikan agar di masa seperti ini umat Islam harus satu suara, “Kepada semua tokoh agama yang sering tampil
menyampaikan ajaran agama, kepada masyarakat, mari kita satu bahasa dengan MUI dan pemerintah. Insyaallah apabila kita memahami ajaran agama kita secara menyeluruh, tidak perlu
ada perbedaan pendapat di antara kita, agar bangsa kita segera terbebas dari pandemi,” tutupnya. (*/rls)