Yayasan Gemma Nine Kampanye Literasi Bencana

NASIONAL, NEWS1555 Dilihat

SULSEL.NEWS–Yayasan Gemma Nine menggelar kegiatan kampanye kesadaran (Awareness Campaign) bagi seluruh pemangku kepentingan tentang pentingnya pengurangan resiko bencana (Disaster Risk Esduction) di Benteng Fort Rotterdam, Makassar.

Kegiatan yang dilaksanakan sejak 28 November 2018 ini digelar dalam rangka menyambut Hari Relawan Internasional yang jatuh pada 5 Desember 2018.

“Kegiatan ini dikemas dalam bentuk materi informasi, edukasi dan kampanye melalui pameran karya fotografi, pemutaran film dokumenter dan Focus Group Discussion tentang pengurangan risiko bencana. Upaya ini merupakan gong pembuka. Dicari relawan yang cerdas dan beretika untuk disaster literacy,” kata Ketua Yayasan Gemma Nine, Cakra Achmad, Selasa (4/12/2018).

Dipaparkan, literasi bencana adalah pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap individu dalam mengambil keputusan yang rasional untuk menentukan tindakan dalam berbagai situasi, diantaranya dalam sikap kesiapsiagaan menghadapi bencana, merespon kejadian bencana, mitigasi hingga kemampuan personal untuk melibatkan diri dan berkontribusi sesuai dengan kapasitasnya dalam berbagai tahapan proses tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

Literasi tentang hal ihwal kebencanaan bagi seluruh elemen pemangku kepentingan perlu dianggap sebagai investasi bangsa Indonesia, khususnya bagi institusi dan komunitas di wilayah yang rawan bencana. Mengingat persoalan manajemen penanggulangan bencana adalah persoalan yang kompleks yang tidak dapat diserahkan semata-mata hanya menjadi tanggung jawab satu pihak, institusi atau badan pemerintah saja.

“Persoalan seperti evakuasi, distribusi logistik, bantuan medis, manajemen kamp pengungsian, transportasi hingga permasalahan koordinasi antar stakeholder dan penanganan dampak psikososial pascabencana, menjadi tantangan di masa tanggap darurat di setiap lokasi bencana di manapun di dunia,” paparnya.

Belum lagi, kata dia, berbagai permasalahan pada fase rehabilitasi dan rekonstruksi, misalnya permasalahan mekanisme dan ketersediaan anggaran, birokrasi dan limitasi regulasi, kapasitas SDM, relokasi pengungsi, durasi pembangunan hunian, sampai dengan persoalan pemulihan pendapatan dan ekonomi masyarakat terdampak.

“Semua itu, membutuhkan perencanaan yang sangat baik, pelaksanaan yang sesuai dengan prosedur standar penanggulangan bencana, hingga pentingnya efektivitas pemantauan dan evaluasi capaian-capaiannya agar sesuai dengan target dan sasaran yang ditetapkan. Gempa bumi, tsunami. longsor, banjir bandang, gunung meletus, angin puting beliung, kebakaran hingga likuifaksi telah terjadi di Indonesia,” ungkapnya.

Lebih lanjut, lahirnya UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana merupakan fase baru kehidupan bangsa, yang seharusnya menjadi acuan bagi semua pihak dalam meningkatkan literasi bencana.

“Momentum peringatan Hari Relawan Internasioal yang dirayakan tanggal 5 Desember setiap tahun, seharusnya dimanfaatkan oleh seluruh pemangku kepentingan di Indonesia, untuk melakukan penguatan terhadap literasi tentang hal ihwal kebencanaan,” tandasnya. (*/rls)

Editor: admin