Mengenali Akar Masalah dan Upaya Solusi Penanganan Stunting di Wilayah Sekitar Operasi Migas

NEWS1113 Dilihat

SULSEL.NEWS – Permasalahan stunting memang menjadi salah satu isu yang menjadi perioritas nasional di Indonesia karena berpotensi menganggu sumber daya manusia.

Berdasarkan data yang dihimpun dari website BKKBN menunjukkan  angka stunting saat ini memang sudah mengalami penurunan  dari angka 27,67 persen  tahun 2019 namun angka tersebut masih dinilai tinggi oleh WHO karena WHO menargetkan tidak boleh dari angka 20 persen.

Demikian dipaparkan, Spesialis Dukungan Bisnis SKK Migas Wilayah Kalimantan dan Sulawesi, Damar Setyawan pada kegiatan webinar Forum Tanggung Jawab Sosial 2021 Sesi 2 “Mengenali Akar Masalah dan Upaya Solusi Penanganan Stunting di Wilayah Sekitar Operasi Migas” yang digelar secara virtual dan streaming Youtube SKK Migas TV dan Balikpapan TV, Kamis (18/11/2021).

“Berkaitan dengan usaha hulu SKK Migas yang dilaksanakan oleh K3S tentunya kami selain memiliki tupoksi untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitas migas kami juga tergerak untuk berperan dan bertanggung jawab melalui program pengembangan masyarakat yang lebih dikenal dengan program CSR,” papar Damar Setyawan mewakil Kepala SKK Migas Wilayah Kalimantan dan Sulawesi.

Dikatakan Damar Setyawan, salah satu pilar program pengembangan industri hulu migas adalah program bidang kesehatan ini untuk mendukung program-program pemerintah khususnya yang menjadi isu nasional, salah satunya terkait stunting, terutama yang berada di daerah sekitar wilayah operasi migas.

“Kami berharap melalui kegiaran ini kita semua mendapat update informasi mengenai kondisi stunting terkini sehingga tentunya akan lebih berguna untuk kita dan bisa lebih lagi mengenali akar masalah yang terjadi mengenai stunting sehingga upaya upaya penanganan atau solusis atau program program kegiatan yang kita lakukan lebih mengarah dan tepat sasaran dalam mendukung upaya-upaya persehatan pengentasan penangan stunting di Indonesia,” tutur Damar Setyawan.

Sementara itu, Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN, Prof. drh. Rizal Damanik, MRepSc mengatakan, berbicara tentang stunting, sebetulnya adalah bagiamana rampahan bahwa selama 38 minggu dalam kehamilan itu pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungan akan mempengaruhi kehidupan bayi

“Jadi bagaimana selama dalam kandungan yaitu 38 minggu atau kurang lebih selama 270 hari kemudian ditambah dengan 730 hari atau pada saat si bayi itu berumur 2 tahun ini harus benar benar mendapat perhatian karena selama 1000 hari pertama kehidupan ini akan menentukan kehidupan bayi tersebut hingga nanti lanjut usia,” papar Prof Rizal.

Menurut Prof Rizal, pada saat minggu pertama dan kedua proses kehamilan inilah dimulainya terjadi tidaknya stunting. Jika mengalami kekurangan gizi yang parah maka akan mempengaruhi pertumbuhan organ tumbuh si bayi.

“Masalah kekuranga gizi ini secara global masih mendapatkan perhatian utama, terutama disebagian negara berkembang.
Jadi masalah stunting ini memang masalah menglobal jadi tidak hanya di Indonesia,” tuturnya.

Namun demikian lanjut Prof Rizal, pihaknya di BKKBN sudah menyediakan data keluarga beresiko stunting dan sudah di launching hasil pendataan keluarga tahun 2021 dimana program yang dikenal PK21 tersebut sudah memetakan keluarga-keluarga yang beresiko stunting melalui  tim pendamping keluarga beresiko stunting yang terlatih.

“Mengenai  data ini kita sudah mengindentifikasi by name by addres sampai ketingkat kelurahan, keluarga mana saja yabg beresiko stunting dan nantinya keluarga yang beresiko stunting ini akan didampingi oleh tim pendamping yang terdiri dari tiga unsur, yakni bidan, tim penggerak PKK dan penyuluh KB,” terangnya.

Pihaknya juga kata Prof Rizal, juga melakukan pendampingan semua calon pengantin dalam hal ini tiga bulan sebelum melaksanakan pernikahan dilakukan pemeriksaan kesehatan dengan bekerjasama  Kementrian Agama.

Sementara, Sogi Indra Dhuaja selaku Founder Ayah ASI mengatakan, mengasuh bayi bukan hanya tugas istri, tapi juga diperlukan peran ayah memutus kebiasaan pola gizi dan pola asuh yang buruk. Caranya, ringankan peran istri hingga punya waktu istirahat, bantu urusan bayi seperti menggendong, menyiapkan keperluannya.

“Ayah juga harus menjadi suporter nomor satu hingga istri percaya diri. Berikan ucapan penyemangat, menjadi pendengar yang baik, menjadi pelindung dan pembela dari gangguan serta selalu terlibat dalam urusan anak,” paparnya.

Sementara Prof. dr. Veni Hadju, M.Sc., Ph.D mengungkapkan, percepatan penurunan stunting menjadi tanggung jawab bersama. “Kerjasama perguruan tinggi dengan berbagai pihak perlu ditingkatkan untuk memberikan hasil yang optimal” tuturnya. (*/yud)