SULSEL.NEWS — Direktur Eksekutif Paramater Publik Indonesia (PPI), Ras MD, mengungkapkan Pilwalkot Makassar 2020 merupakan momentum bagi para penantang mengalahkan Danny Pomanto (DP) selaku petahana. Musababnya, elektabilitas DP yang berpasangan Fatmawati Rusdi diprediksi stagnan, bahkan ada kemungkinan merosot menjelang hari pemilihan pada 9 Desember mendatang.
Ras MD membeberkan berdasarkan analisanya atas sejumlah hasil survei beberapa bulan terakhir, DP bukanlah petahana kuat. Elektabilitas paket DP-Fatma yang dikenal dengan jargon ADAMA meski unggul tapi tidak meyakinkan. Elektabilitas petahana itu tidak pernah bisa melampui angka 50% yang mengindikasikan paslon nomor urut 1 itu tergolong lemah.
Menurut dia, sederet hasil survei ditambah temuan di lapangan, dimana animo dukungan ADAMA yang kurang masif selaku petahana, membuatnya berkesimpulan bahwa DP sulit keluar sebagai pemenang di Pilwalkot Makassar 2020.
“Ya, petahana Makassar bukanlah petahana perkasa sebagaimana yang sering saya sampaikan dari tahun 2019,” ungkapnya, Senin (9/11/2020)
Ras MD mengimbuhkan angka yang keluar di aneka lembaga survei belum lama jelas menunjukkan posisi ADAMA di kisaran 40% bukanlah gambaran angka yang menggembirakan bagi seorang petahana. Pasalnya, angka itu masih jauh dari angka petahana kuat.
“Itukan angka di bawah magic number seorang petahana kuat. Bahkan yang ingin saya katakan, kesimpulan temuan survei saya sejak pertengahan tahun 2019 hingga saat ini singkron dengan rilis aneka lembaga survei baru-baru ini yang tak satupun lembaga survei baik nasional maupun lokal menempatkan petahana Makassar tembus diangka 50%. Itu artinya jika benar Danny bukanlah petahana perkasa,” jelas Ras MD.
Lebih lanjut, ia menjelaskan situasi saat ini sebenarnya membuka peluang besar bagi para penantang, baik itu APPI-Rahman, DILAN dan IMUN. Menurut dia, jika petahana belum menembus angka 50% lebih, artinya masih terbuka lebar ruang bagi penantang bisa mengalahkan sang petahana.
Satu bulan tersisa menjelang hari pemilihan, Ras MD menyebut merupakan fase krusial. Lazimnya pada tahapan itu posisi petahana akan kurang diuntungkan karena biasanya isu yang terbangun lebih dominan narasi negatif. Suka atau tidak suka, itulah konsekuensi menjadi petahana, dimana ia memprediksi suara DP kalau bukan stagnan, ada kemungkinan malah merosot.
“Lihat saja aksi nyata seorang EA (Erwin Aksa) mau turun langsung mengkritik aneka program Danny (DP) di periode awal. Mulai permasalahan sampah, halte hingga aneka proyek infrastruktur. Tentu aksi kritik yang dilakukan oleh EA akan berdampak buruk terhadap elektoral pasangan DP-Fatma mengingat Makassar ini didominasi oleh kelompok pemilih rasional, kelompok pemilih ini suka dengan data dan fakta” terangnya.
Ras MD berkesimpulan dengan menganalisa aneka data yang ada, maka elektabilitas ADAMA saat ini akan mengalami dua hal kemungkinan pada khir nanti. Pertama, posisi elektabilitas pasangan petahana akan stagnan hingga hari H. Kondisi ini kerap terjadi jika tidak ada gebrakan besar yang dilakukan oleh petahana ataukah kelompok penantang. Sehingga posisi keterpilihan sang petahan stagnan. Kelompok undecided voters tentu akan lari ke kelompok penantang.
“Saya teringat kisah Pilwalkot Parepare 2018, waktu menjelang pemilihan saya sampaikan kepada petahana jika posisinya dikisaran 52%. Akhirnya finish diangka 51,2%. Inilah salah satu contoh dukungan petahana stagnan. Masih banyak contoh lain,” bebernya.
Kedua, posisi petahana justru mengalami penurunan tajam karena gelombang tsunami politik disisa waktu yang ada. Situasi ini lazim terjadi karena posisi para penantang akan jorjoran di masa krusial ini.
“Mendowngrade elektabilitas petahana akan dilakukan secara bersamaan oleh para penantang. Mengkritalisasi program gagal petahana hingga isu primordial akan menjadi narasi yang terus digaungkan oleh kelompok penantang hingga hari H. Tentu efeknya sangat buruk bagi petahana,” tutupnya. (*)
Editor: admin